Kamis, 26 April 2012

OPTIMSLISASI HUTAN UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT



Kehutanan merupakan salah satu sektor penting dan mempunyai nilai strategis bagi pembangunan nasional mengingat hampir ± 67% luas daratan Indonesia berupa hutan. Sampai dengan tahun 2004, dari total luas kawasan hutan Indonesia yang mencapai ± 120,35 juta ha telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan seluas 109,96 juta ha (± 91%).

Kawasan hutan tersebut meliputi hutan konservasi seluas 23,24 juta ha, hutan lindung seluas 29,10 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 16,21 juta ha, hutan produksi seluas 27,74 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 13,67 juta ha (Baplan - Departemen Kehutanan, 2004). Posisi sektor kehutanan yang demikian strategis, memberikan harapan yang besar bahwa penyelenggaraan pembangunan sektor kehutanan akan mampu memberikan sumbang sih secara nyata bagi upaya bagi peningkatan taraf hidup masyarakat yang notabene merupakan cita-cita pembangunan nasional itu sendiri.
 
Pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia dalam rentetan perjalanan waktu yang sangat panjang mulai dari sistem pengelolaan hutan pada era kolonial, rezim orde lama, rezim orde baru, sampai pada era pemerintahan reformasi telah mengalami perubahan-perubahan. Masing-masing tahap pemerintahan mempunyai perspektif yang berbeda terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Namun demikian, secara normatif tujuan utama pengelolaan sumber daya hutan pada setiap periode mempunyai benang merah yang sama yaitu untuk memanfaatkan seoptimal mungkin fungsi hutan. Sumber daya hutan sebagaimana dipahami bersama mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya.
 
Aspek Fungsi
Nilai Kemanfaatan
Ekonomi
SDH diharapkan memberikan sokongan bagi pendapatan devisa negara dan sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan.
Ekologis
SDH diharapkan menopang penciptaan kestabilan alam (enabling condition) sehingga hutan bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Sosial Budaya
SDH diharapkan menampumg tenaga kerja masyarakat dalam sistem pengelolaan sumber daya hutan yang mengedepankan aspek keadilan, kesejahteraan dan keberlanjutan.
Ketentuan normatif sistem pengelolaan hutan (fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya) dalam prakteknya di lapangan mengalami banyak kendala. Pengelolaan sumber daya hutan cenderung lebih kental untuk mengedepankan pada aspek kepentingan ekonomisnya semata.  Hutan dieksploitasi untuk memberikan sokongan pada devisa negara tanpa memeprtimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan kelestarian sumber daya hutan itu sendiri. Akibatnya terjadi konflik antar pelaku-pelaku pembangunan baik yang melibatkan masyarakat desa hutan dengan pemerintah, maupun pengusaha hutan yang memiliki wilayah konsesi yang berdampingan dengan wilayah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.
Melihat kondisi yang demikian, maka pemerintah selaku elemen terbesar yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pembangunan, telah merumuskan garis pijakan yang jelas bagi setiap pengelolaan SDA termasuk pengelolaan sumber daya hutan (SDH) yakni dengan mengeluarkan Undan-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya. Sesuai UU No. 5 Tahun 1990  tersebut, maka setiap pengelolaan SDA termasuk pengelolaan sumberdaya hutan harus meperhatikan tiga aspek sistemik : pertama, terselenggaranya pengawetan plasma nutfah, flora dan fauna dan ekosistem unik, keduaketiga tercapainya pelestarian pemanfataan SDA secara lintas generasi. Bagi sektor kehutanan, maka kelahiran UU No. 5 tahun 1990 sekaligus merupakan tonggak baru pelaksanaan pengelolaan hutan secara lestari.  terjaminnya pelestarian perlindungan terhadap sistem ekologi penyanga kehidupan, serta
Dinamika pembangunan sektor kehutanan pun selanjutnya makin menemukan bentuknya dengan dikeluarkannya Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Terlepas dari kekurangan yang masih ada [2], didalam UU Kehutanan No. 41/1999 secara tegas dinyatakan bahwa “Penyelenggaraan kehutanan berasaskan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan (pasal 2).” Selanjutnya dinyatakan juga bahwa “Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan” (pasal 3). Dari dua pasal tersebut maka kelahiran UU 41/1999 telah mempertegas sistem pengelolaan hutan lestari (PHL) dan menggeser manajemen pengelelolaan hutan dari timber management ke arah ecological and social base forest management. Melalui PHL maka seluruh pengelolaan hutan baik hutan produksi (HP), hutan konservasi (HK) dan hutan lindung (HL) harus memperhatikan kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi ekologi, dan kelestarian fungsi sosial.
Menurut Ngadiono (2004), ada dua perubahan penting dan mendasar yang diusung  sektor pembangunan kehutanan di era reformasi: pertama, komoditas kehutanan bukan lagi dipahami sekedar sebagai kayu (logs), tetapi multi komoditas yang meliputi perdagangan carbon (carbon trade), keanekaragaman hayati, eko wisata dan sumber daya air. Kedua, kehutanan bukan lagi sekedar mengejar perolehan devisa tetapi diarahkan sebesar-besarnya demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

II.         Pemahaman Kesejahteraan Masyarakat
Isu kemiskinan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional  (disparitas) hampir selalu ada pada setiap bahasan mengenai pembangunan nasional, tak terkecuali terjadi juga di sektor kehutanan.  Sebagaimana telah disinggung diawal, pada tahun 1960-an sampai awal 70-an, pemanfaatan hutan dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Strategi yang dipakai yaitu pegusahaan hutan secara besar-besaran untuk menopang industri. Selain hutan tanaman jati di Jawa yang telah diusahakan sejak zaman kolonial Belanda, hutan alam topika di luar Jawa mulai dibuka, sehingga produksi kayu dan industri hasil hutan tumbuh pesat pada tahun 1970-an dan perolehan devisa dari sektor kehutanan merupakan yang tertingi setelah minyak bumi.  Meskipun demikian, masalah kerusakan hutan yang berkembang  seiring dengan ekslpoitasi hutan. Hal yang tidak berubah adalah tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Bahkan mungkin secara riil tingkat kesejahteraan mereka menurun.
Menurut  Sumdiningrat (1998),  kemiskinan dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu 2 jenis kemiskinan berdasarkan tingkat pendapatannya masing-masing kemiskinan absolut dan relatif, serta 3 jenis kemiskinan berdasarkan penyebabnya, masing-masing kesenjangan dan kemiskinan natural, kultural dan sruktural.

Kemiskinan
Ukuran
Absolut
  • Apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak cukuo untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum.
  • Kebutuhan hidup minimum antara lain diukur dengan kebutuhan pangan, sandang, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja.
Relatif
  • Apabila tingkat pendapatannya telah berada di atas garis kemiskinan, namun masih lebih miskin dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. 
  • Kelompok miskin relatif ini sangat rentan terhadap situasi perkembangan perekonomian. Apabila perkembangan perekonomian memburuk makakelompok ini dapat terjerumus ke dalam kelompok miskin absolut.
Natural
  • Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti perbedaan usia, perbedaan kesehatan, perbedaan geografis tempat tinggal. Mereka tidak memeiliki sumber daya yang memadai, baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, maupun sumberdaya pembangunan lainnya.
Kultural
  • Kemiskinan yang disebabkan oleh perbedaan adat-istiadat, perbedaan etika kerja dan lainnya. Kemiskinan ini mengacu pada sikap seseorang yang disebabkan gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayannya.
  • Kelompok masyarakt ini sult untuk diajak berpartisipasi dalam rangka untuk meningktklan taraf hidupnya, sulit untuk melakukan perubahan serta biasanya menolak perkembangan.
Stuktural
  • Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti ditribusi aset produktifyabg tidak merata, kebijakan eknomi yang diskriminatif, korupsi-kolusi, seta tatanan perekonomian yang menguntungkan kelompokk masyarakat tertentu.

III.       Optimalisasi SDH untuk  Kesejahteraan Masyarakat
Pandangan tentang pentingnya peranan sektor kehutanan dalam pengentasan kemiskinan telah dipahami oleh berbagai pihak. Bahkan pada Konggres Kehutanan Sedunia (World Forestry Congres) tahun 1978 yang diselenggarakan di Jakarta mengedepankan tema pokok “forest for people”.  Tema ini menjadi katalisator yang penting dalam mengarahkan kebijakan kehutanan yang berorientasi pada partisipasi masyarakat, kesadaran lingkungan dan pembangunan pedesaan dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Menurut  Prakoso (1996), paling tidak ada tiga asumsi dasar yang mendorong ke arah perubahan kebijakan kehutanan yang lebih memperhatikan rural community dan rural development  :
  1. Sektor kehutanan harus lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan di sekitar hutan, yang kehidupannya tergantung pada interaksinya dengan hutan dan tanah hutan.
  2. Sektor kehutanan dan para rimbawan harus mengintegrasikan dengan sektor pertanian dan sektor-sektor lain, dan perlunya faktor-faktor di luar sektor kehutanan menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan kehutanan,
  3. Dukungan dan partisipasi oleh masyarakat sekitar hutan pada program kehutanan merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan program-program tersenut.

Jumat, 13 April 2012

Tanaman (Tumbuhan) Langka Indonesia yang Terancam Punah

Tanaman (tumbuhan) langka di Indonesia yang terancam punah tidak kalah banyak dibanding hewan langka Indonesia. Bahkan spesies tanaman yang langka dan terancam punah di Indonesia jumlahnya jauh lebih banyak.
Daftar tumbuhan langka ini didasarkan kepada status konservasi yang diberikan oleh IUCN Redlist. Dan dalam daftar tanaman langka kali ini saya sajikan daftar tumbuhan langka yang masuk dalam daftar Extinc in Wild (Punah in situ), Critically Endangered (Kritis) dan Endangered (Terancam Punah). Ketiga status tersebut merupakan status tertinggi berdasarkan tingkat keterancaman sebuah spesies.
Selain ketiga status tersebut, masih banyak tanaman Indonesia yang langka dan terancam kepunahan namun terdaftar dalam status konservasi yang lebih rendah. Karena panjangnya daftar, kali ini cukup dibatasi dalam tiga status yang paling terancam punah itu saja.
Buah mangga kasturi (gambar wikipedia)
Extinct in the Wild (Punah in Situ)
  • Mangga Kasturi (Mangifera casturi). Tumbuhan yang menjadi maskot (flora identitas) provinsi Kalimantan Selatan ini dinyatakan telah punah in situ (Extinct in the Wild) oleh IUCN Redlist.
Critically Endangered (Kritis)
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi Critically Endangered (Kritis), yaitu:
  • Pelalar atau Meranti Jawa (Dipterocarpus littoralis); endemik Nusakambangan, Jawa Tengah.
  • Keruing (Dipterocarpus elongatus); Tumbuhan asli Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Singapura.
  • Keruing Arong atau Kekalup (Dipterocarpus applanatus); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Keruing Bulu atau Mara Keluang atau Lagan Sanduk (Dipterocarpus baudii); Tumbuh di Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, dan Sumatra.
  • Keruing Jantung (Dipterocarpus concavus); Tumbuhan asli Sumatera dan Semenanjung Malaysia.
  • Kadan (Dipterocarpus coriaceus); Tersebar di Semenanjung Malaya, Riau, Kalimantan Barat, dan Serawak.
  • Keruing Gajah atau Tampudau (Dipterocarpus cornutus); Semenanjung Malaysia, Sumatera bagian utara dan Kalimantan bagian tenggara.
  • Keruing Pekat atau Keruing Kipas (Dipterocarpus costulatus); Tanaman asli Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Keruing Senium atau Keruing Padi (Dipterocarpus eurynchus); Tersebar di Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Filipina.
  • Keruing Pipit (Dipterocarpus fagineus). Tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti (Dipterocarpus fusiformis); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Meranti (Dipterocarpus glabrigemmatus); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Serawak).
  • Meranti Kuning atau Damar Pakit (Shorea acuminatissima); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah).
  • Belangeran atau Balau Merah (Shorea balangeran); endemik Sumatera dan Kalimantan.
  • Meranti Merah (Shorea carapae); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Serawak).
  • Meranti (Shorea conica); Tumbuhan endemik Sumatera.
  • Meranti Putih (Shorea dealbata); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Selagan Batu (Shorea falciferoides); Meranti endemik Kalimantan.
  • Selagan Batu (Shorea foxworthyi); Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Thailand.
  • Balau atau Beraja atau Red Balan (Shorea guiso); Meranti dari Indonesia (Sumatera), Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
  • Meranti Kuning (Shorea hopeifolia); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Filipina.
  • Selagan Batu Kelabu (Shorea hypoleuca); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Selagan (Shorea inappendiculata); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea induplicata); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Meranti Merah (Shorea johorensis); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Balau Merah atau Dark Red Meranti (Shorea kunstleri); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Damar Tunam atau White Meranti (Shorea lamellata); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Light Red Meranti (Shorea lepidota); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti Kuning (Shorea longiflora); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea longisperma); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
  • Meranti Merah (Shorea macrantha); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti (Shorea materialis); Brunei Darussalam, Indonesia (Sumatera), dan Malaysia
  • Meranti Maluku (Shorea montigena); Endemik Maluku
  • Meranti Merah atau Light Red Meranti (Shorea myrionerva); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Serawak).
  • Meranti (Shorea ochrophloia); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti Merah atau Red Balau (Shorea pallidifolia); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia
  • Meranti Kuning (Shorea peltata); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia
  • Light Red Meranti (Shorea platycarpa); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Singapura.
  • Meranti Kuning (Shorea polyandra); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Serawak). 
    Meranti Putih atau Shorea resinosa
    Meranti Putih atau Shorea resinosa (gambar: www.arkive.org)
  • Meranti Putih (Shorea resinosa); Indonesia (Sumatera); Malaysia.
  • Engkabang Undapi (Shorea richetia); Indonesia (Kalimantan), Malaysia (Serawak).
  • Dark Red Meranti (Shorea rugosa); Tumbuhan endemik Kalimantan.
  • Meranti Maluku (Shorea selanica); Tanaman endemik Maluku.
  • Tengkawang atau Meranti Merah (Shorea singkawang); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Thailand.
  • Meranti (Shorea slootenii); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Light Red Meranti (Shorea smithiana); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea xanthophylla); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak). 
    Nepenthes_aristolochioides
    Kantong Semar (Nepenthes aristolochioides)
  • Kantong Semar (Nepenthes aristolochioides); endemik Sumatera.
  • Kantong Semar (Nepenthes clipeata); Endemik Kalimantan.
  • Kantong Semar (Nepenthes dubia); Endemik Sumatera.
  • Kantong Semar (Nepenthes lavicola); Endemik Sumatera. 
    Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
    Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
  • Kapur (Dryobalanops aromatica); Indonesia (Sumatera, Kalimantan) dan Malaysia.
Endangered (Terancam Punah)
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi Endangered (Terancam Punah), yaitu:
  • Shorea Sp. Beberapa spesies Shorea berpredikat spesies berstatus konservasi Endangered (Terancam Punah) sehingga keberadaannya semakin langka, seperti; Shorea agami (Meranti Putih), Shorea albida (Meranti Merah Terang), Shorea argentifolia (Meranti Merah Gelap atau Dark Red Meranti), Shorea balanocarpoides (Meranti Putih), Shorea blumutensis (Meranti Kuning), Shorea bracteolata (Meranti Putih), Shorea dasyphylla (Meranti Putih), Shorea domatiosa, Shorea elliptica, Shorea faguetiana (Damar Siput), Shorea falcifera, Shorea glauca (Balau Bunga), Shorea gratissima, Shorea leprosula (Meranti Tembaga atau Tengkawang), Shorea maxwelliana, Shorea obscura, Shorea ovata, Shorea pauciflora (Tengkawang), Shorea platyclados, Shorea teysmanniana.
  • Nepenthes Sp (Kantong Semar). Terdapat 3 spesies kantong semar (Nepenthes) yang tergolong sebagai tanaman langka dengan status Endangered (Terancam), yaitu: Nepenthes boschiana, Nepenthes pilosa, dan Nepenthes talangensis
    Kawoli atau Alloxylon brachycarpum
    Kawoli atau Alloxylon brachycarpum (Gambat nsw.gov.au)
  • Kawoli (Alloxylon brachycarpum). Sejenis tanaman hias, tumbuh di Indonesia (Papua, Maluku) dan Papua New Guinea.
  • Bintangur (Calophyllum insularum). Sejenis Kosambi atau Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Endemik Papua.
  • Canarium kipella. Sejenis Kacang Kenari endemik Jawa Barat.
  • Maple Silkwood (Flindersia pimenteliana). Indonesia (Papua), Australia, dan Papua New Guinea
  • Kokoleceran atau Resak Banten (Vatica bantamensis). Endemik Ujung Kulon, Banten.
  • Nothofagus womersleyi; endemik Papua.
  • Nyatoh (Manilkara kanosiensi); Indonesia (Maluku) dan Papua New Guinea.
Selain yang terdaftar dalam status konservasi Extinct in the Wild, Critically Endangered, dan Endangered di atas, masih banyak tanaman Indonesia lainnya yang juga langka dan terancam punah meskipun dengan status konservasi yang lebih rendah.
Sebagai contoh tanaman langka yang berstatus vulnerable adalah Kalapia (Kalappia celebica), Kayu Susu (Alstonia beatricis), Tualang (Koompasia grandiflora) dan Kayu hitam, eboni (Diospyros celebica). Tumbuhan berstatus Least Concern seperti Palem Raja (Caryota no) dan Palem Nipa (Nypa fruticans). Dan Tumbuhan yang berstatus Near Threatened seperti Korma Rawa (Phoenix paludosa).
Semoga daftar tumbuhan langka dan terancam punah di Indonesia ini tidak akan semakin panjang.
Referensi dan gambar:
  • www.iucnredlist.org
  • www.plantnames.unimelb.edu.au/Sorting/Shorea.html