Selasa, 13 November 2012

MACAM-MACAM METODE PENELITIAN

Nama : Dedy Hermanto
Nim   : F1A010205
    1. Penelitian Survey
     -Contoh Judul
     -EKSPLORASI JENIS-JENIS PALEM DI PULAU NUMFOR KABUPATEN BIAK    NUMFOR FAHUTAN UNIPA, 2002. 28 CM PALEM – EKSPLORASI Oleh: BANJARNAHOR, Jonnar
    -Demographic survey research in Irian Jaya: Population dynamics in the Teminabuan area of the Bird’s Head Peninsula of Irian Jaya, Indonesia (Penelitian survei demtograft di Irian Jaya. Dinamika penduduk Teminabuan, Semenanjung Doberai, Irian jaya, Indonesia).
      2. Penelitian Ex Post Facto
.      -Contoh Judul
-PENGARUH KEPUASAN KERJA, KETERLIBATAN KERJA, STRES KERJA, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KESIAPAN UNTUK BERUBAH PADA KARYAWAN PT BANK Y Oleh: Ciliana, Psikologi
- Pengaruh Kecemasan Mahasiswa pada Waktu Mengerjakan Ujian Terhadap Hasil Ujian Mereka.
      3. Penelitian Experiment
        -Contoh Judul 
  -PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION UNTUKMENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) (Suatu Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII MTs N Arjawinangun, Cirebon) Oleh: Ricca Safrotun
-Pengaruh Lendir Bekicot (Achetina Fullica) terhadap Pertumbuhan Bakteri gram negative
(Psedomonas Aeruginesa).


       4. Penelitian Naturalistik
.     -Contoh Judul
   -PEMBELAJARAN DENGAN MENGINTEGRASIKAN NILAI-NILAI KEIMANAN DAN KETAQWAAN (IMTAQ) DALAM MATA PELAJARAN IPA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR Penelitian Naturalistik pada Sekolah Dasar Assalam II Bandung Oleh: Achmad Ghozin
 - STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI GURU KELAS VII DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Oleh: Basir Sarulah.
       5. Penelitian Kebijakan (Policy Research)
      - Contoh Judul
-EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI KABUPATEN KARAWANG Oleh : Syahrudin, FISIP UI., 2009.
-POTENSI DAN BIAYA PEMUNGUTAN LIMBAH PENEBANGAN KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN BAKU SERPIH (Potency and Harvesting Cost of Wastes from Mangium-Stand Felling as Raw Material for Wood Chip) Oleh/By: Sukadaryati, Dulsalam & Osly Rachman.

   6. Penelitian Tindakan (Action Research)
       -Contoh Judul
-PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PERILAKU DALAM BAHASA INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK TUNAGRAHITA Penelitian Tindakan di SPLB Bagian C Bandung Oleh: Maman Abdurahman SR         
 -Memecahkan Masalah Apatisme dalam Penggunaan Teknologi Modern atau  Menanam Padi yang Inovatif
      7. Penelitian evaluasi (Evaluation Research)
         -Contoh Judul
-PENGARUH KONSENTRASI ASAM CUKA TERHADAP SPORULASI Beauveria Bassiana (BALS) VUIL STRAIN-WAMENA PADA MEDIUM BERAS PERA SEBAGAI AGEN HAYATI oleh : Rini Patandungan.
       -EVALUASI KETERPAKAIAN KOLEKSI BUKU BERDASARKAN DATA    STATISTIK SIRKULASI DI UPTD PERPUSTAKAAN DINAS PENDIDIKAN KOTA MAGELANG.
         8. Penelitian Sejarah (History Research)
              -Contoh Judul
-Tari Bali: Sebuah Telaah Histori (Bali Dance : A Historical Research Oleh : V. Eny Iryanti
 -Perjuangan di Daerah Kebumen pada Masa Revolusi Fisik, kayra ilmiah yang ditulis oleh Muhammad Saludin, Susmanto, Ambiya Nurdiyanto dan Eti Baryanti, pemenang II LPIR tahun 1992.

Jumat, 02 November 2012

Kekhawatiran mengenai REDD kian mendalam



Indonesia terus mendesak maju dengan rencananya mengenai REDD, Bank Dunia dan pihak-pihak lain membuat perjanjian yang tidak dipersiapkan dengan baik mengenai pendanaan proyek di Indonesia. Bahkan Bank Dunia tampaknya tak menghiraukan kebijakannya sendiri tentang pengadaan konsultasi dengan masyarakat penghuni hutan dan perlindungan bagi kepentingan mereka. Bank Dunia menempatkan dirinya menjadi salah satu penyandang dana utama REDD (Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara-Negara Berkembang), melalui Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) dan Program Investasi Hutan (FIP). Indonesia menyerahkan Rancangan 'Proposal Perencanaan Kesiapan' (R-PP) kepada FCPF pada bulan Mei, yang segera mengundang badai kecaman dari organisasi masyarakat madani di dalam maupun di luar negeri serta seruan untuk menunda persetujuan atas rencana itu hingga kelemahannya yang menonjol diperbaiki. Ini mencakup:
  • Kurangnya konsultasi dengan pemangku kepentingan utama, seperti masyarakat adat, kurangnya akses akan informasi, termasuk hampir tak adanya informasi dalam bahasa Indonesia;
  • Kegagalan untuk membahas tentang kerangka kerja hukum nasional yang kurang memadai dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dan kegagalan untuk mengemukakan perihal hak-hak ini dalam R-PP itu sendiri;
  • Kurangnya perhatian atas isu tata kelolanya , dan potensi korupsi dalam pelaksanaan proyek REDD, khususnya karena kurangnya kejelasan seputar status 'forest land' yang diklaim oleh negara, dan klaim peruntukan lahan yang tumpang tindih dari sektor lain seperti perkebunan dan pertambangan;
  • Konsentrasi 'kepemilikan' REDD dalam departemen kehutanan, yang mengarah pada risiko bahwa legislasi yang bertentangan, mengenai perkebunan dan lahan gambut misalnya, akan terus mendorong deforestasi.
LSM di Indonesia, Inggris, A.S. dan Norwegia juga telah menulis kepada pemerintah mereka, menyerukan perbaikan dalam proses persetujuan FCPF sebelum R-PP Indonesia diloloskan. Mereka menyoroti kekhawatiran termasuk kecenderungan untuk membuat keputusan tanpa referensi standar perlindungan Bank Dunia dan standar internasional, meskipun terdapat kebutuhan agar hal ini dijabarkan dalam Piagam FCPF. Misalnya, piagam ini mensyaratkan bahwa kegiatan itu, termasuk R-PPP
"mematuhi Kebijakan dan Prosedur Operasional Bank Dunia, mengingat kebutuhan akan partisipasi efektif Masyarakat Adat yang Tergantung pada Hutan dan Para Penghuni Hutan dalam keputusan yang dapat memengaruhi mereka, menghormati hak-hak mereka sesuai dengan undang-undang nasional dan kewajiban internasional yang dapat diterapkan." (Prinsip 3.1(d), Piagam FCPF).
Perlindungan utama Bank Dunia untuk REDD adalah OP4.10 mengenai Masyarakat Adat, OP4.36 mengenai Hutan dan OP4.12 mengenai Pemukiman Kembali Tidak dengan Suka Rela. Kewajiban Internasional yang Relevan termasuk Deklarasi PBB mengenai Hak-Hak Masyarakat Adat, juga instrumen internasional lainnya mengenai HAM dan lingkungan hidup. R-PP Indonesia dipertimbangkan oleh Komite Peserta FCPF, tetapi keputusan untuk menerima atau tidak proposal itu ditunda hingga bulan Juli. Menerimanya berarti memberi Indonesia akses akan USD3,6 juta dalam pendanaan FCPF menuju kegiatan 'kesiapan'. Pertemuan Komite Peserta berikutnya akan berlangsung pada bulan Oktober dan LSM-LSM telah menyerukan agar setiap keputusan mengenai R-PP Indonesia ditunda paling tidak hingga berlangsungnya pertemuan itu. Mereka berargumentasi bahwa penentuan standar yang rendah bagi persetujuan akan rencana awal yang tengah dipertimbangkan (termasuk rencana Indonesia) akan memberi pertanda bagi negara lain bahwa mereka akan dapat menyerahkan Rencana Kesiapan yang di bawah standar pada masa mendatang. Tanpa perlindungan yang memadai bagi penghuni hutan, sangat kecil kemungkinannya REDD akan dapat mencapai hasil yang positif dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi, karena pengingkaran akan hak diakui secara luas sebagai penyebab utama deforestasi itu sendiri.                   Menurut saya kebijakan dan kegiatan pengelolaan hutan di Indonesia dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh hasil-hasil pertemuan internasional atau ide dari lembaga-lembaga donor, misalnya dikembangkannya sertifikasi hutan, perhutanan sosial, program kehutanan multipihak, konservasi hutan yang bernilai tinggi, pemberantasan illegal logging, sertifikasi legalitas kayu, serta pengurangan emisi gas rumah kaca dari pengurangan kegiatan deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Berbagai inisiatif tersebut seolah-olah telah menjadi arus utama pembangunan kehutanan selama ini. Ide-ide pembaruan lainnya, terutama yang digagas oleh pemerintah dan konstituen lokalnya, tidak pernah menjadi percaturan pembicaraan kehutanan secara nasional, misalnya pengembangan silvikultur intensif, hutan tanaman untuk rakyat, maupun pembangunan organisasi pengelolaan hutan (KPH) di tingkat tapak/lapangan. Termasuk gagasan mengenai penyelesaian masalah-masalah hak dan akses atas kawasan hutan negara, tidak pernah menjadi prioritas nyata dalam pembangunan kehutanan. Kenyataan seperti itu menunjukkan bahwa fakta kehutanan yang sama, difahami dengan cara yang berbeda-beda dan kemudian dicari masalah dan ditetapkan cara menyelesaikan masalahnya. Maka setiap orang atau lembaga memberi gagasan yang berbeda-beda atas masalah yang berbeda-beda pula. Kemudian mereka mengusung gagasannya itu melalui berbagai jaringan internasional dan nasional untuk mendapat legitimasi.                          
   Dengan lambatnya penyelesaian persoalan-persoalan kehutanan yang ditunjukkan oleh rendahnya pelaksanaan ide-ide di atas hingga saat ini kemungkinan yang terjadi bahwa program yang sudah tepat tidak mendapat sumberdaya cukup untuk dijalankan dan dikembangkan, sedangkan program yang tidak tepat mendapat dukungan secara memadai. Alasan lainnya, seluruh program di atas berupa potongan tertentu, sedangkan potongan lainnya tidak mendapat sentuhan apa-apa. Misalnya setelah unit usaha kehutanan, tidak juga ada program untuk memperbaiki kinerjanya, ketika diketahui perolehan nilainya buruk. Berdasarkan kenyataan seperti itu, memahami fakta kehutanan tidaklah semudah seperti yang diucapkan oleh banyak orang: baik para birokrat, pelaku ekonomi kehutanan, juga para akademisi dan LSM, termasuk ahli-ahli asing yang banyak berdatangan ke Indonesia. Pada umumnya kehutanan dibaca secara parsial kemudian dari situ dikenali sebab akibat yang kemudian menjadi dasar asumsi mengenai kehutanan, ditelusuri masalah yang kemungkinan itu hanya sebagai anggapan tentang masalah atau bukan masalah yang sebenarnya kemudian ditentukan program dan kegiatan untuk menyelesaikan masalah itu. Seperti menjawab pertanyaan yang keliru. Nampak berakhir pada suatu solusi bahwa ide itu tidak dapat memenuhi harapan untuk memperbaiki sistem kehutanan secara mendasar. Ia akan berguna pada konteks dan situasi tertentu, sebagaimana pelaksanaan sertifikasi unit usaha kehutanan, pemberantasan illegal logging dan lain-lain seperti disebutkan di atas.